LIVING HADIS DALAM TRADISI MAMBATU-BATU PADA ACARA TAHLILAN MASYARAKAT MANDAR SULAWESI BARAT (Tinjauan Maqashid al-Syari’ah)

dc.contributor.author Muhammad Nasir
dc.contributor.author Muhammad Mawardi Djalaluddin
dc.date.accessioned 2023-04-28T08:06:22Z
dc.date.available 2023-04-28T08:06:22Z
dc.date.issued 2023-04-28
dc.description.abstract Penelitian ini berjudul Living hadis dalam tradisi mambatu-batu pada acara tahlilan masyarakat Mandar Sulawesi Barat, tinjauan maqashid al-syari’ah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana petunjuk hadis yang terkait dengan acara tahlilan atau doa selamatan bagi orang yang sudah meninggal dunia dan hakekat maqâsid al- syari’ah dalam ritual mambatu-batu pada acara tahlilan yang dipraktekkan oleh masyarakat Mandar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis konten yaitu menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik pesan atau konsep yang terdapat dalam data. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan Teologis, historis, dan pendekatan Sosial. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa Nabi saw. pernah meletakkan batu kerikil di atas kubur anaknya Ibrahim. Kualitas hadis riwayat imam Syafi’ ini di nilai hasan karena ada beberapa riwayat lain yang menguatkannya. Sementara hadis tentang tahlil sebanyak 70 ribu kali, penulis belum menemukan sanad yang lengkap sehingga Ibn Hajar menilai hadis tersebut sebagai hadis yang belum ada asalnya. Namun, praktek tahlil sebanyak 70 ribu kali banyak dipraktekkan oleh ulama- ulama salaf. Abu Hurairah dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang disebutkan dalam riwayat hadis adalah sahabat Nabi yang berzikir dengan menggunakan batu kerikil untuk menghitung jumlah zikirnya. Namun, kualitas hadis tersebut di nilai dhaif. Kalau merujuk kepada pendapat muhadditsin bahwa boleh saja mengamalkan hadis dhaif dalam hal fadhilah amal, maka pada dasarnya bertahlil dengan menggunakan batu kerikil hukumnya boleh. Sejarah ritual mambatu-batu yang dilakukan oleh masyarakat Mandar khususnya di kabupaten Majene dan Polewali Mandar, diperkirakan mulai dilakukan antara tahun 1930- an. Pada awalnya seorang ulama yang bernama KH. Nuhung (1906-1947 M) menemukan riwayat dalam kitab fath al-mubarak tentang bertahlil dengan menggunakan batu kerikil sebanyak 7777. Muatan maqasid al-Shari’ dalam budaya mambatu-batu di dua Kabupaten provinsi Sulawesi Barat berada pada peringkat tahsiniyat, tepatnya pada memelihara akal yaitu menghindari kesalahan dalam menghitung bilangan batu-batu kerikil sebanyak 70 ribu disaat acara tahlilan seseorang yang meninggal dunia. Tahlilan dilaksanakan secara berjamaah adalah sebagai turunan dari memelihara diri dan batu-batu tahlilan di pusara orang yang diacarakan itu adalah juga turunan dari memelihara agama yang berada pada peringkat tahsiniyat
dc.identifier.uri https://repository.stainmajene.ac.id/handle/123456789/229
dc.publisher Repository STAIN Majene
dc.relation.ispartofseries Penelitian Interdisipliner, Laporan Penelitian 2018
dc.title LIVING HADIS DALAM TRADISI MAMBATU-BATU PADA ACARA TAHLILAN MASYARAKAT MANDAR SULAWESI BARAT (Tinjauan Maqashid al-Syari’ah)
dc.type Technical Report
dspace.entity.type
Files
Original bundle
Now showing 1 - 1 of 1
No Thumbnail Available
Name:
Laporan Penelitian 2018.pdf
Size:
4.51 MB
Format:
Adobe Portable Document Format
Description:
License bundle
Now showing 1 - 1 of 1
No Thumbnail Available
Name:
license.txt
Size:
1.71 KB
Format:
Item-specific license agreed to upon submission
Description: