RESEPSI ISTIWA>’ PADA QS. AL-A’RAF/7: 54 (KAJIAN TERHADAP JEMAAH AHLUSSUNNAH MAJENE)
RESEPSI ISTIWA>’ PADA QS. AL-A’RAF/7: 54 (KAJIAN TERHADAP JEMAAH AHLUSSUNNAH MAJENE)
No Thumbnail Available
Files
Date
2025-03-03
Authors
RAHMAWATI
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Repository STAIN MAJENE
Abstract
ABSTRAK
Nama : RAHMAWATI
NIM : 30156119021
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Judul : Resepsi Istiwa>’ Pada QS. Al-A’raf/7: 54 (Kajian Terhadap
Jemaah Ahlussunnah Majene)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji resepsi jemaah Ahlussunnah Majene terhadap kata Istiwa>’ pada QS. al-A’raf/7: 54. Ayat ini termasuk dalam golongan ayat mutasya>biha>t yang membutuhkan penjelasan lebih. Namun, sebagian orang menganggap ayat ini ayat muhkamat. Sehingga melahirkan banyak perbedaan makna di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana resepsi kelompok Ahlussunnah Majene dalam menanggapi ayat tersebut.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif yang mengadopsi pendekatan living Qur’an. Menggunakan metode tematik pada teori resepsi al-Qur’an. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan dua sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah jemaah Ahlussunnah Majene. sedangkan sumber sekunder diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data-data tersebut dikumpulkan, kemudian dianaslisis menggunakan kerangka kerja teori resepsi Ahmad Rafiq yang diperkenalkan pertama kali oleh Hans Robert Jauss pada tahun 1967.
Dalam memaknai kata istiwa>’ pada QS. Al-A’raf/7: 54, Ahlusunnah Mejene mengaku menempuh jalan para salaf al-s}alih, dengan mengikuti pemahaman yang dianut oleh Ibnu Taimiyyah. Ahlussunnah Majene mengaku mengikuti salaf al-s}alih tetapi kenyataannya mereka justru mengikuti ulama-ulama khalaf. Sebagaimana diketahui bahwa Imam Malik adalah salaf yang berpemahaman tafwid yaitu menyerahkan makna istiwa>’ pada Allah swt. sedangkan Ibnu Taimiyyah berpemahaman bahwa makna istiwa>’ sesuai dengan sifat Kebesaran Allah swt. yakni makna al-uluw (tinggi), namun menyerahkan bagaimana cara istiwa>’ kepada Allah swt. dan ia menyelisihi pendapat yang menakwilkan makna dalam ayat ini. Wajib meyakini sifat istiwa>’ pada Allah swt. dan dilarang dalam membayangkan serta mempertanyakan bagaimana cara dan wujud Allah swt dalam ber istiwa>’ bahkan akan divonis bid’ah bagi yang mempertanyakan hal tersebut.
Hadirnya kelompok pengajian Ahlusunnah Majene di tengah masyarakat Majene memberikan semangat belajar dalam ilmu agama bagi sebagian orang. Adanya beberapa perbedaan dalam pemahaman Ahlussunnah Majene menunjukkan bahwa ilmu sangatlah luas, karenanya sangat penting untuk menghargai dan menghormati perbedaan-perbediaan yang terjadi di tengah masyarakat apalagi persoalan agama. Bagi peneliti, dengan tidak memvonis bid’ah untuk ulama-ulama yang memilih jalan mena’wilkan ayat-ayat mutasya>biha<t ini dan tetap mengambil ilmu dari ulama-ulama tersebut.
Kata kunci: resepsi, istiwa>’, Ahlussunnah Majene.