Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Manginrang Tanpa Kesepakatan Pelunasan di Toko Kelontong Kelurahan Limboro
Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Manginrang Tanpa Kesepakatan Pelunasan di Toko Kelontong Kelurahan Limboro
No Thumbnail Available
Date
2025-10-15
Authors
Nur Halima
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Repository STAIN Majene
Abstract
Penelitian ini membahas tentang praktik manginrang tanpa kesepakatan pelunasan di toko kelontong Kelurahan Limboro dengan rumusan masalah: 1) Bagaimana praktik manginrang pada toko kelontong tanpa kesepakatan pelunasan di Kelurahan Limboro, 2) Bagaimana analisis hukum ekonomi syariah dari praktik manginrang pada toko kelontong tanpa kesepakatan pelunasan di Kelurahan Limboro.
Jenis penelitian ini adalah penelitian field research dan yuridis empiris dengan metode bersifat kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologis dan teologi normatif (syar`i). Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, kemudian diolah melalui proses reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik manginrang telah berlangsung sekitar 25 tahun, dilandasi faktor ekonomi, tolong-menolong, dan kepercayaan, hingga menjadi kebiasaan masyarakat. Pelanggan manginrang dengan kesepakatan lisan tanpa pembahasan mengenai pelunasan, yang terjadi dua hingga tiga kali dalam sehari ketika kebutuhan mendesak. Kesempatan manginrang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan dan diperlakukan adil tanpa pembedaan. Pencatatan hanya dilakukan untuk jumlah utang besar. Pelunasan secara cicilan sesuai kemampuan pelanggan, tanpa penagihan maupun tambahan biaya. Akibat dari praktik ini, pemilik toko kesulitan dalam menjaga ketersediaan stok barang, perputaran modal, serta kelancaran usaha, tetapi tidak menimbulkan kerugian materil. Dari sudut pandang hukum ekonomi syariah, tidak sesuai dengan Pasal 20, 21, 22, 25 ayat (1), dan 28 ayat (2) KHES, serta prinsip tauhid, keadilan dan maslahah, sebab mengandung unsur gharar dari ketiadaan kesepakatan pelunasan dan pencatatan utang. Tetapi, gharar tersebut tidak sampai membatalkan akad secara hukum dan terbebas dari unsur ghaiath, ikrah, taghrir, dan ghubn, sebagaimana ketentuan Pasal 29 ayat (1) KHES. Secara sosial, praktik ini memberikan manfaat bagi masyarakat, namun menyulitkan pemilik toko dan berpotensi menimbulkan konflik dikemudian hari.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan: 1) Seharusnya dilengkapi dengan surat perjanjian dalam bentuk tertulis, agar tidak memicu konflik dikemudian hari. 2) Pemilik toko seharusnya melakukan pencatatan untuk setiap utang, dalam jumlah besar maupun kecil. 3) Para pihak dalam praktik manginrang seharusnya belajar memahami ketentuan utang piutang dalam Islam, karena ketidaktahuan menjadi penyebab praktik manginrang terus dilakukan hingga kini. Hal ini penting dikarenakan praktik manginrang telah menjadi kebiasaan yang umum dilakukan masyarakat Kelurahan Limboro dalam kehidupan sehari-hari, yang hanya didasari oleh faktor ekonomi, tolong-menolong dan kepercayaan diantara kedua belah pihak.