Perspektif Maqashid Syariah terhadap Tradisi Peputiq Cina dalam Prosesi Perkawinan Masyarakat Mandar (Studi Kasus Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar)
Perspektif Maqashid Syariah terhadap Tradisi Peputiq Cina dalam Prosesi Perkawinan Masyarakat Mandar (Studi Kasus Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar)
No Thumbnail Available
Date
2025-09-25
Authors
Syahrita Putri Budiarti
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Repository STAIN Majene
Abstract
ABSTRAK
Nama : Syahrita Putri Budiarti
NIM : 20156121030
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Judul : Perspektif Maqashid Syariah terhadap Tradisi Peputiq Cina dalam
Prosesi Perkawinan Masyarakat Mandar (Studi Kasus Kecamatan
Balanipa Kabupaten Polewali Mandar)
Penelitian ini membahas tentang 1) Tradisi Peputiq Cina dalam Prosesi
Perkawinan Masyarakat Mandar Di Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali
Mandar 2) Perspektif Maqashid Syariah terhadap Tradisi Peputiq Cina dalam
Prosesi Perkawinan Masyarakat Mandar di Kecamatan Balanipa Kabupaten
Polewali Mandar.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan
kualitatif (field research), yang melibatkan observasi langsung, wawancara
mendalam dengan tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat setempat, serta studi
dokumentasi. Pendekatan antropologi dan konsep maqashid syariah digunakan
sebagai landasan analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi peputiq cina adalah tradisi
sakral dan wajib dalam pernikahan adat Mandar, yang melambangkan status
sosial, kehormatan, dan keseriusan pihak laki-laki kepada mempelai perempuan,
dengan jumlah yang bervariasi (dua untuk masyarakat biasa, tiga untuk
bangsawan) dan menjadi penentu kelangsungan pernikahan, di mana
ketidaksesuaian dapat menyebabkan pembatalan, terutama di kalangan
bangsawan. Setelah masuknya Islam, peputiq cina bertransformasi menjadi
masigi-masigi dengan bentuk menyerupai masjid, menambahkan makna
ketakwaan dan harapan rumah tangga yang Islami. Secara maqashid syariah,
peputiq cina tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat karena sejalan
dengan prinsip hifz ad-din melalui teori al-urf dan kaidah Al-Adatu Al-
Muhakkamatu, mendukung nilai keagamaan dan ketakwaan. Namun, kekakuan
dalam pelaksanaannya yang menyebabkan pembatalan pernikahan berpotensi
bertentangan dengan tujuan hifz ad-din, hifz an-nafs dan hifz an-nasl karena
melukai harga diri dan menimbulkan perselisihan, serta dapat menimbulkan
mafsadah berupa sanksi sosial dan tekanan psikologis yang merusak jiwa, dan
menghambat tujuan menjaga keturunan serta menciderai kehormatan keluarga jika
kesepakatan tidak dipatuhi.
Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi dari penelitian ini
mengharapkan agar masyarakat Mandar lebih memahami makna filosofis dan
sejarah tradisi peputiq cina untuk menghindari konflik. Oleh karena itu, penting
untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini dan
memastikan bahwa pelaksanaannya sejalan dengan prinsip-prinsip maqashid
syariah. Dengan demikian, tradisi peputiq cina dapat dilihat sebagai bagian dari
warisan budaya yang perlu dilestarikan, sambil tetap memperhatikan nilai-nilai
keislaman dan kemashlahatan dalam masyarakat Mandar.