TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SIALA SIPALAIYYANG DI DESA PAMBUSUANG KABUPATEN POLEWALI MANDAR
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SIALA SIPALAIYYANG DI DESA PAMBUSUANG KABUPATEN POLEWALI MANDAR
No Thumbnail Available
Date
2025-06-24
Authors
SATIRA
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Repository STAIN Majene
Abstract
ABSTRAK
NAMA : Satira
NIM : 20156118005
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
JUDUL SKRIPSI : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Siala Sipalaiyyang di Desa Pambusuang Kabupaten Polewali Mandar
Skripsi ini membahas mengenai: 1) foktor yang menyebabkan seseorang melakukan siala sipalaiyyang 2) pandangan hukum Islam terhadap siala sipalaiyyang di Desa Pambusuang 3) apa dampak yang ditimbulkan siala sipalaiyyang Desa Pambusuang.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan pendekatan normative dan dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan di analisis dengan menggunakan analisis reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk mengetahui keadaan bagaimana siala sipalaiyyang (kawin lari) dalam tinjauan hukum Islam.
Dari hasil penelitian ini, faktor yang menyebabkan seseorang melakukan siala sipalaiyyang di Desa Pambusuang diantaranya adalah tidak adanya restu dari orang tua, passorong yang terlalu tinggi dan pergaulan bebas, pelaku siala sipalaiyyang jika sudah tidak mendapat restu dari orang tua, salah satu langkah dan menjadi pilihan untuk melangsungkan pernikahan yakni siala sipalaiyyang. Pandangan hukum Islam terhadap siala sipalaiyyang, dalam ajaran Islam seseorang dianjurkan untuk mempermudah pernikahan, sehingga menurut pandangan hukum Islam siala sipalaiyyang (kawin lari) tidak sah jika tidak memenuhi syarat dan rukun pernikahan yaitu tidak adanya wali dari keluarga perempuan, akan tetapi jika wali dari perempuan menyerahkan perwalianya kepada seorang qadhi maka siala sipalaiyyang sah dalam hukum Islam. Pandangan hukum Islam mengenai wali nikah siala sipalaiyyang, menurut Hambali dan Maliki wali sesudah ayah adalah orang yang menerima wasiat dari ayah, jika ayah tidak pernah berwasiat maka perwalian jatuh kepada hakim syari’I sedangkan menurut Hanafi dan Syafi’I adalah perwalian sesudah ayah adalah kakek, dan dari kakek berlanjut kepada orang yang diberi wasiat oleh ayah sehingga dapat disimpulkan dalam hasil wawancara bahwa mengenai wali nikah untuk pernikahan siala sipalaiyyang, sah jika seorang ayah memberikan hak perwaliannya kepada qadhi untuk menggantikan perwaliannya. Dampak yang ditimbulkan siala sipalaiyyang
Siala sipalaiyyang berdampak pada nama keluarga yang tidak baik dihadapan masyarakat banyak sehingga menimbulkan yang namanya siri’(malu).
a. Putusnya hubungan darah terhadap anak pada pelaku siala sipalaiyyang
b. Adanya dampak pada kondisi rumah tangga pelaku siala sipalaiyyang
c. Adanya kebencian antara keluarga perempuan dan keluarga laki-laki.
Adapun untuk menghindari terjadinya siala sipalaiyyang di Desa Pambusuang harus mengadakan sosialisasi tentang pernikahan yang ditujukan bukan hanya untuk calon mempelai tetapi untuk orang tua dan masyarakat setempat untuk memberikan pencerahan supaya generasi muda tidak melakukan siala sipalaiyyang dan orang tua tidak mempersulit anaknya yang ingin melangsungkan salah satu ibadah yakni pernikahan demi mencegah terjadinya hal yang tidak di inginkan.